Gapura, Nura Online – Aswaja bukan Azwaja, kata ini yang pertama kali keluar dari Prof. Nawawi sebelum penyampaikan materi. Pada sebelum tahun 1980an para kiai-kiai banyak yang menjadi para wali, namun hari ini para kiai-kiai jarang yang menjadi wali, karena mungkin sudah tidak mandiri atau sudah banyak yang mencari dan menerima bantuan-bantuan dari pemerintah.
Kemandirian NU diawali dengan kemandirian ekonomi dan para pengurusnya. Karena NU merupakan organisasi keagamaan dan kemasyarakatan yang memerlukan dakwah bil mall.
Memperkuat Aswaja menjadi sangat penting karena mengingat hari ini telah ajaran-ajaran di luar paham Aswaja. Banyak negara Islam di dunia ini banyak yang mengalami chaos, tetapi Indonesia tetap menjadi negara yang kuat dalam menjaga keutuhan.
Keutuhan negeri ini tidak lepas dari upaya warga NU yang selalu melakukan amalan-amalan Aswaja, seperti Tahlilan, Yasinan, Istighatsah, Maulidan dan kegiatan baik lainnya.
Daerah Kalimantan misalnya, cukup banyak paham-paham salafi yang hendak menghancurkan Islam dari dalam, artinya paham selain Aswaja tidak memiliki niatan untuk menjaga keutuhan umat Islam, melainkan sebaliknya.
Ke depan, NU harus membentengi anak-anak yang berusia 17 ke atas (SMP/SMA), karena menurut orang di luar Islam caranya menghancurkan orang Islam harus dihancurkan para pengikutnya. Penghancuran itu dimulai dengan dibuat sibuk dengan media sosial (Facebook, TikTok, IG, YouTube, dll) yang sangat marak saat ini.
Prof. Nawawi juga mengingatkan bahwa jangan gampang menyekolahkan anak-anak warga NU yang belum diketahui siapa gurunya dan paham yang dianut di lembaga pendidikan dimaksud, jangan sampai terkecoh dengan iming-iming beasiswa.
Labelisasi masjid NU perlu terus dilakukan dan dirawat secara berkelanjutan oleh NU, dalam hal ini MWCNU Gapura memiliki tanggungjawab dalam membentengi masjid-masjid yang ada di wilayah kepengurusan MWCNU Gapura.
Pewarta : Aribuddin
Editor : Ulil Abshar